Saya tertarik untuk sedikit membahas anggapan bahwa Bahasa Bugis di tiap-tiap daerah adalah berbeda-beda (ber"lain"an), dasar pemikirannya adalah adanya fakta bahwa banyak ditemukan perkataan Bugis yang jika diterjemahkan ke bahasa lain hasilnya jadi berbeda bahkan bertolak belakang. Misalnya kata barE' dan timo, bagi daerah yang terletak di pesisir barat Pulau Sulawesi yang disebelah baratnya berbatasan langsung dengan Laut Sulawesi, angin dari arah barat (ANGIN BARAT/angin laut) akan terasa bertiup lebih kencang dan akan membawa awan yang lebih banyak mengandung uap air (dari laut), sehingga pada masa itu akan lebih sering turun hujan. Sementara angin dari arah timur (ANGIN TIMUR) di daerah yang sama akan lebih banyak membawa kekeringan, sebab telah terlebih dahulu melewati wilayah dataran tinggi (pegunungan) baru kemudian mencapai daerah tersebut.Dari hal itu kemudian muncul pemahaman bahwa kata barE' = angin kencang (musim hujan) dam timo = musim kemarau.Dari pesisir barat Pulau Sulawesi kita beralih ke pesisir timur Pulau Kalimantan yang berbatasan langsung dengan Laut Sulawesi di sebelah timurnya. Orang Bugis yang lahir dan tinggal di daerah ini justru mengalami hal sebaliknya yaitu barE' = kering sedangkan timo = musim hujan (angin lebih kencang).Fenomena tersebut menimbulkan pertanyaan bagi orang selain Bugis, bagaimana orang yang sama-sama Bugis bisa memiliki pengartian yang berbeda untuk kata yang sama, "apakah Bahasa Bugis itu BANYAK???"Saya sebagai manusia Bugis dengan keterbatasan saya tergerak untuk menjawab bahwa hal ini biasanya terjadi untuk kata yang berhubungan dengan letak geografis. Contohnya; kata barE' adalah kata yang sebenarnya menunjukkan arah (letak geografis) yaitu BARAT, jadi anging barE' atau biasa disingkat barE' berarti angin yang bertiup dari arah barat (angin barat). Akan kurang tepat jika kita mengartikan akibat-akibat yang BIASAnya menyertai angin barat sebagai ANGIN BARAT itu sendiri.
Kesalahpahaman ini saya sadari ketika saya mendengar amaure/paman/pakcik saya berkata "cora ketEngngi". Saya yang mengetahui bahwa ketika itu bukan masa BULAN PURNAMA menjawab "tidak". Maka beliau pun bertanya kenapa saya mengatakan tidak sementara di luar rumah jelas terlihat sedang TERANG BULAN. Jadi "cora ulEng" = TERANG BULAN, berbeda dengan "ulEng tefu" = BULAN PURNAMA, meskipun BIASAnya kedua hal ini terjadi bersama-sama.Semoga tulisan ini dapat meluruskan anggapan bahwa Bahasa Bugis itu berbeda-beda (banyak).BAHASA BUGIS ITU SATU, tidak ber"lain"an satu dengan yang lain. Dialek/cara penyebutan memang beragam tapi pada prinsipnya tetap SERUPA.
Kesalahpahaman ini saya sadari ketika saya mendengar amaure/paman/pakcik saya berkata "cora ketEngngi". Saya yang mengetahui bahwa ketika itu bukan masa BULAN PURNAMA menjawab "tidak". Maka beliau pun bertanya kenapa saya mengatakan tidak sementara di luar rumah jelas terlihat sedang TERANG BULAN. Jadi "cora ulEng" = TERANG BULAN, berbeda dengan "ulEng tefu" = BULAN PURNAMA, meskipun BIASAnya kedua hal ini terjadi bersama-sama.Semoga tulisan ini dapat meluruskan anggapan bahwa Bahasa Bugis itu berbeda-beda (banyak).BAHASA BUGIS ITU SATU, tidak ber"lain"an satu dengan yang lain. Dialek/cara penyebutan memang beragam tapi pada prinsipnya tetap SERUPA.
No comments:
Post a Comment